Zakat
Menunaikan zakat merupakan salah satu
bagian dari rukun Islam. Menurut terminologi syariat, zakat adalah nama bagi
sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syariat tertentu yang diwajibkan
oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya
dengan persyaratan tertentu pula.
Kewajiban zakat dalam Islam berlandaskan al qur'an dan
sunnah. Dalam al qur'an banyak
ayat yang berbicara tentang zakat. Salah satunya
dalam surat Al Baqarah ayat 43, Allah SWT
Berfirman: "Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan ruku'lah bersama
orang-orang yang ruku’ “. Ada pula Sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya Allah
mewajibkan zakat atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan
batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat
mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantara
mereka. Ingatlah bahwa Allah akan
menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih" (HR. Ath Thabrani dari Ali ra).
Jika ditanya siapa sajakah yang berhak menerima zakat?
Jawabannya ada didalam Al-quran surat at Taubah ayat 60, Allah berfirman yang
artinya "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk fakir miskin, para
amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, orang-orang
yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang kehabisan bekal di
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana."
Manfaat zakat
Jika
dilihat manfaatnya, manfaat zakat sangatlah besar bagi para mustahiq (golongan
yang menerima zakat). Zakat sebagai alat yang
sangat efektif mengembangkan potensi umat dan mengentaskan
kemiskinan. Zakat merupakan ibadah yang memiliki hubungan langsung dengan
ekonomi umat, dana-dana yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk modal usaha,
investasi dan lain-lain. Sehingga para mustahiq dapat memanfaatkan untuk modal
usaha, suatu saat ketika usaha tersebut berhasil ia tidak lagi menerima zakat
tetapi mengeluarkan zakat. Sesuai dengan visi zakat merubah mustahik
menjadi muzaki.
Manfaat zakat juga dapat dirasakan
oleh para muzakki (pemberi zakat). Zakat dapat membersihkan harta dari
hak milik orang lain dan menjaga dari ketamakan orang jahat, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran surat At Taubah ayat 103: " Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena sesungguhnya do'amu dapat
memberi ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Selain
itu zakat dapat mensucikan jiwa dengan mengikis akhlak yang buruk,
seperti, egois, serakah dan lain-lain yang merupakan fitrah manusia, yang
memiliki kecenderungan untuk mencintai dan menyukai harta (QS. 3:
14). Kecenderungan yang buruk tersebut dapat dihilangkan dengan terbiasa
berlatih dan mengeluarkan zakat, oleh karenanya zakat juga dapat mengembangkan
akhlak mulia seperti kedermawanan, peduli terhadap sesama saling menyayangi dan
saling mengasihi dan lain-lain.
Zakat di
Era Globalisasi
Di era globalisasi dan modernisasi saat sekarang ini,
arus informasi begitu cepat dan mudah didapat, kejadian di belahan bumi utara
dapat diketahui dengan cepat di belahan bumi lainnya. Teknologi semakin canggih
seakan-akan mengubah dunia dari tidak mungkin menjadi mungkin. Namun
sayang, keberhasilan itu tidak diikuti dengan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat. Realitanya adalah yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin
kaya.
Tingkat kepedulian terhadap sesama begitu
rendah. Masing-masing orang sibuk dengan urusannya sendiri, kalaupun
peduli terkadang sebagian orang memiliki tujuan tertentu di balik kepeduliannya
itu. Saat ini kemiskinan merajelala, orang meminta dimana-mana, inilah
realita bangsa yang mayoritas warganya adalah umat muslim.
Konsep zakat adalah jawaban dari permasalahan ini. Pada saat ini zakat mulai didengungkan oleh masyarakat Islam. Zakat sangat perlu diterapkan dan dioptimalkan di Indonesia. Sebagaimana kita tahu juga bahwa zakat diwajibkan untuk umat islam yang hartanya telah mencapai batas/nishab untuk dizakatkan.
Konsep zakat adalah jawaban dari permasalahan ini. Pada saat ini zakat mulai didengungkan oleh masyarakat Islam. Zakat sangat perlu diterapkan dan dioptimalkan di Indonesia. Sebagaimana kita tahu juga bahwa zakat diwajibkan untuk umat islam yang hartanya telah mencapai batas/nishab untuk dizakatkan.
Dengan adanya globalisasi, pelaksanaan zakat dapat lebih
mudah. Mulai dari cara pembayaran, pengelolaan hingga pendistribusian. Dalam
masalah pembayaran, orang yang hendak membayar zakat tidak perlu susah lagi
mendatangi lembaga-lembaga amil zakat atau masjid-masjid, tetapi dapat dengan
menggunakan tekonologi modern, seperti transfer via bank, ATM dan lain
sebagainya. Dalam hal pendistribusian, saat ini pendistribusian zakat
tidak lagi dengan cara-cara konsumtif, tetapi lebih bersifat produktif, bahkan
pada masa Rasulullah SAW. pernah juga dilakukan. Saat ini pendistribusian
dilakukan dengan sistem perberdayaan masyarakat dhuafa, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, dakwah dan lain-lain.
Bagaimana
Potensi Zakat di Indonesia?
Menurut hasil
penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation
tahun 2005 mengungkapkan, jumlah potensi filantropi (kedermawanan) umat Islam
Indonesia mencapai 19,3 trilyun pertahun. Pada kenyataannya, dana zakat yang
berhasil dihimpun dari masyarakat masih jauh dari potensi yang sebenarnya.
Sebagai perbandingan, dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh
lembaga-lembaga pengumpul zakat hanya beberapa puluh milyar saja. Itu pun sudah
bercampur dengan infak, hibah, dan wakaf.
Selain itu berdasarkan kajian Asian
Development Bank (ADB) potensi zakat di Indonesia mencapai Rp100 triliun,
sementara zakat yang terkumpul oleh Baznas masih sangat kecil. Ketua Umum Badan
Amil Zakat Nasional (Baznas), Didin Hafidudin,
menuturkan bahwa, pada 2007 dana zakat yang terkumpul di Baznas mencapai
Rp450 miliar, 2008 meningkat menjadi Rp920 miliar, dan pada 2009 tumbuh menjadi
RP 1,2 triliun. Untuk tahun 2010, dengan berbagai program sosialisasi, Baznas
bisa terkumpul mencapai Rp1,5 triliun.
Hal
ini menunjukkan bahwa belum adanya kesadaran secara penuh di kalangan umat
muslim akan kewajiban untuk menunaikan zakat. Padahal zakat semestinya dapat
diberdayakan untuk menjembatani kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si
miskin sehingga akan mampu mewujudkan keadilan sosial yang pada gilirannya
kondusif bagi perkembangan iklim usaha. Dibuktikan dari hasil
penelitian Kholilah CIES UB Malang 2011, menunjukkan bahwa persoalan
kesenjangan kaya dan miskin tidak akan melebar bahkan mengecil asalkan kebijakan
dan manajemen zakat secara komprehensif dibenahi dan diberdayakan oleh
pemerintah.
Bagaimana Manajemen
Pelaksanaan Zakat di Indonesia ?
Dengan
dijadikannya zakat sebagai instrumen pemerataan kekayaan maka harta selanjutnya
harus didistribusikan kepada pihak lain yang berhak seperti yang telah
disebutkan sebelumnya yaitu Fakir, Miskin, Amil, Mu’allaf, Hamba Sahaya,
Gharimin, Fii Sabilillah, dan Ibnu Sabil. Sehingga hal tersebut perlu
diatur dalam sebuah mekanisme redistribusi yang jelas, tentunya redistribusi
pendapatan dan kekayaan tersebut. Disinilah tugas pemerintah untuk mengatur
penyaluran harta zakat semaksimal mungkin.
Dalam hal
zakat ini, pemerintah sedikit lebih bijak dalam mengambil keputusan. Ini
terwujud dengan dikeluarkannya undang-undang yang berkaitan dengannya,
sekaligus berkaitan dengan pajak. Undang-undang yang mengatur tentang
pelaksanaan zakat tersebut adalah undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat yang didalamnya menyebutkan antara lain bahwa pengelolaan
zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk
pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat. Dengan adanya
lembaga yang mengatur harta zakat tersebut dengan harapan pemerataan bisa
dilakukan dan kemiskinan dapat segera diminimalisir.
Sebagai
contoh, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
melakukan sosialisasi zakat agar umat muslim sadar akan kewajibannya berzakat
dan pemerataan pendapatan dapat terwujud. Basnaz menyatakan akan terus
mensosialisasikan pembentukan Unit Pelayanan Zakat (UPZ) demi menggapai potensi
zakat secara nasional yang diperkirakan mencapai Rp100 triliun.
Bagaimana
dengan Pajak?
Zakat dan Pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
kegiatan pemenuhan kewajiban baik dalam kehidupan bernegara maupun beragama.
Namun, namun keduanya mempunyai
falsafah khusus, berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian
serta kadarnya, disamping itu berbeda pula mengenai prinsip, tujuan dan
jaminannya. Sesungguhnya ummat Islam dapat melihat bahwa zakat tetap menduduki
peringkat tertinggi dibandingkan dengan hasil pemikiran keuangan dan perpajakan
zaman modern, baik dari segi prinsip maupun hukum-hukumnya.
Pajak ialah kewajiban yang
ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai
dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara dan
hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum negara dan untuk merealisasikan
tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai
negara. Sedangkan, zakat ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah SWT.
terhadap kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka yang berhak, sebagai
tanda syukur atas nikmat Allah. dan untuk mendekatkan diri kepadaNya, serta
untuk membersihkan diri dan hartanya.
Namun setelah mengkaji beberapa perbedaan antara pajak dan zakat
maka dapat dimengerti bahwa zakat tidak dapat digantikan oleh pajak, walaupun
sasaran zakat dapat dipenuhi sepenuhnya oleh pengeluaran dari pajak. Hal ini
dikarenakan zakat berkaitan dengan ibadah yang diwarnai dengan kemurnian niat
karena Allah. Ini adalah tali penghubung seorang hamba dengan khaliqnya yang
tidak bisa digantikan dengan mekanisme lain apapun. Zakat adalah mekanisme yang
unik Islami, sejak dari niat menyerahkan, mengumpulkan dan mendistribusikannya.
Maka apapun yang diambil negara dalam konteks bukan zakat tidak bisa diniatkan
oleh seorang Muslim sebagai zakat hartanya.
Hubungan
zakat dengan kesejahteraan umat
Zakat merupakan sistem ekonomi umat
islam. Jadi, apabila fungsi zakat sebagai instrumen penyaluran kekayaan ini
dijalankan secara maksimal dengan pembagian yang merata, maka persoalan
kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat diperkecil.
Sebenarnya
kemiskinan bukanlah permasalahan kesadaran orang kaya akan pentingnya harta
zakat. Tetapi juga disebabkan oleh krisis mental orang miskin yang malas untuk
bangkit yang telah melanda sebagian besar masyarakat muslim saat ini. Jika kita
berkaca kembali pada al-Quran, sebenarnya Allah telah menjelaskan pada umat
islam bahwa kemiskinan tidak datang dari Sang Pencipta, akan tetapi kemiskinan
datang dari manusia itu sendiri. Bahkan Islam juga tidak
mengizinkan umatnya menjauhkan diri dari pencaharian kehidupan dan hidup hanya
dari pemberian orang.
Sehingga upaya pertama yang harus
dilakukan adalah upaya perubahan mental dari dalam diri orang-orang miskin
untuk bekerja dan berusaha. Kemudian barulah upaya memberikan pemahaman kepada
orang-orang kaya akan kesadaran mengeluarkan zakat. Tentunya harus dibarengi
juga dengan manajemen pemerataan zakat secara profesional oleh pemerintah. Jika
tiga unsur tersebut bisa berhasil barulah kesejahteraan sosial umat akan
tercipta.
Kesimpulan
Manfaat
dan tujuan dari zakat akan terwujud apabila kita semua sebagai umat muslim
paham akan kewajiban berzakat. Dengan begitu proses pendistribusian kekayaan
dapat terlaksana dengan cepat dan baik. Selain itu, dengan adanya zakat
diharapkan dapat mendorong produktivitas para mustahiq, sehingga merubah
statusnya menjadi muzakki dan kesejahteraan umat akan meningkat.
***
Nama : Irma Yunita
NIM :1112093000027
Mata Kuliah : Dasar-dasar Ekonomi Islam
Jurusan : Sistem Informasi/2A
Fakultas : Sains dan Teknologi
UIN Syariff Hidayatullah Jakarta
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar