A.
Abstract
"New Global Economy" refers to the philosophy of
"Neoclassical Economy" of
liberalization, the concept is to
realize that it would be difficult
to achieve overall development
if only the economic variables are maximized.
It is, of course, explains that "the New Global
Economy" not only adopted the goal
to integrate the world economy through liberalization, but also through
the boundaries of "Neoclassical
Economics" takes into account
several variables with socio-economic
and political importance to promoting increased
growth, which does not exist in
the teaching of "Neoclassical Economics". Moreover, the problem is that justice is not got room in
this concept. In the Islamic economic thought strategy in integrating the world economy, is promoting justice based on moral criteria,
in accordance with the teachings of
the Quran and Sunnah.
So the developing Muslim countries must work
hard to maintain a view of
justice especially in this era of globalization that development lawyer's economic
integration can be realized.
B. Pemikiran
Ekonomi Islam dan “New Global Economy”
1. Pengintegrasian dalam Ekonomi Dunia
Konsep “New Global Economy” merupakan versi daur ulang dari
“Neoclassical Economics” yang dimana dalam Neoclassical Economics, penghapusan
kontrol negara dan pengliberalisasian pasar dipercaya dapat membentuk
pengembangan ekonomi yang lebih cepat. Namun, konsep ini menyadari untuk dapat
mencapai pengembangan secara keseluruhan jika hanya variable ekonomi yang
dimaksimalkan akan sulit. Karena selain pertumbuhan ekonomi, pengembangan juga
harus mencakup tujuan sosial seperti kemiskinan, meningkatkan taraf hidup,
pendidikan, dan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Maka dari itu peran
pemerintah pun dilibatkan.
2. Islam dan konsep “New Global Economy”
Al-Qur’an secara jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan sebagai
satu kesatuan, namun menjadi terbagi-bagi karena berbagai perbedaan diantara
mereka sendiri. Proses penyatuan umat ini mungkin dapat dipercepat jika ekonomi
dari negara yang berbeda diintegrasi, mengingat ekonomi memiliki peran dominan
dalam kehidupan. Sehingga mengintegrasikan ekonomi dunia bukanlah hal baru
dalam pemikiran muslim.
3. Peran dari Keadilan dalam Peng-integrasi-an
Islam secara jelas menyatakan bahwa usaha untuk mewujudkan
penyatuan ekonomi tersebut tidak akan sukses jika tidak ada keadilan dan
kesetaraan dalam interaksi antar manusia.
4. Keadilan VS Negosiasi
Tujuan untuk mengintegrasikan ekonomi dunia adalah hal wajar bagi
Islam dan “New Global Economy”. Namun,
strategi untuk mencapainya sungguh berbeda. Islam mengedepankan keadilan
berdasarkan kriteria moral dalam menentukan pertimbangan nilai, sedangkan “New
Global Economy” mengandalkan negosiasi berdasarkan pada keuntungan pribadi.
“New Global Economy” mengacu pada aturan-aturan “Neoclassical
Economics” yang sekuler, dimana tidak ada ruang untuk pertimbangan nilai, serta
memaksimalkan kekayaan dan pencapaian keinginan adalah tujuan utamanya, selain
itu, mendapatkan keuntungan pribadi merupakan hal yang paling memotivasi.
Namun, hal ini tidak dapat menentukan keadilan tanpa pertama-tama menentukan
yang mana benar dan yang mana salah, yang mana adil dan yang mana tidak, serta
yang mana yang diinginkan dan yang mana yang tidak diinginkan. Hal ini
memerlukan pertimbangan nilai. Jika pertimbangan nilai yang berdasarkan pada
kriteria moral dihilangkan, maka satu-satunya cara untuk menentukan mana benar
dan mana salah hanyalah berdasarkan keuntungan pribadi, dimana semua pihak akan
mencoba mencapainya melalui negosiasi. Dalam negosiasi seperti itu, pada
dasarnya yang paling kaya dan kuatlah yang akan mengeruk keuntungan yang besar.
5. Pendekatan Multidisiplin
Keputusan “New
Global Economy” untuk turut mempertimbangkan variabel social dan politik
sangatlah didukung, karena dalam Islam seluruh aspek kehidupan manusia sesungguhnya
tersambung erat satu sama lain.
6. Kontribusi Ilmuwan-Ilmuwan Muslim
Pemikiran islam mengenai penyatuan umat dan kehidupan manusia
tercerminkan dalam pemikiran ekonomi islam. Ibn Khaldun mencoba menjelaskan
secara rasional mengapa kerjasama dan kebutuhan yang sama, dapat mempercepat
perkembangan. Hal itu dapat menuntun kepada pembagian tenaga kerja dan
keahlian, yang dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan output
berkali-kali lipat.
Ibn Khaldun
juga memberikan penjelasan ilmiah tentang mengapa perdagangan mampu mempercepat
pengembangan. Karena pengembangan bergantung pada aktivitas ekonomi dan
pembagian tenaga kerja, yang secara langsung bergantung pada besarnya pasar dan
peralatan.
Jadi dalam
konsep pemikiran ekonomi Islam, ada alasan kuat untuk mendukung perdagangan
antar negara karena hal itu dapat mendukung pertumbuhan dan menurunkan biaya
hidup, yang kemudian membantu memastikan kesejahteraan. Oleh karena itu, tidak
ada pembenaran atas larangan perdagangan, yang mencegah penyatuan umat manusia.
Ilmuwan Muslim
telah mengadopsi pendekatan multidisiplin dalam analisis mereka dan tidak
memfokuskan perhatian mereka hanya pada variabel ekonomi. Sehingga penyatuan
variabel social-ekonomi dan politik ke dalam analisis “New Global Economy” juga
bukanlah hal yang baru bagi pemikiran ekonomi Islam.
7. Pengedepanan Keadilan dalam Pemikiran Ekonomi Islam
Baik Ibn Khaldun maupun pendahulunya
menyadari secara bersamaan bahwa pembagian tenaga kerja dan keahlian tidak
dapat dipertahankan dalam waktu yang lama tanpa keadilan dan fairplay dalam
transaksi antar manusia.
Dalam Pemikiran
Ekonomi Islam, menciptakan pembatas buatan hanyalah akan menggagalkan tujuan
untuk menyatukan umat manusia, dan menciptakan kesejahteraan bagi semuanya.
Nanum, menciptakan penyatuan hanya dapat terjadi bila ada keadilan. Jika tidak
ada keadilan, proses penyatuan mungkin akan berjalan pada awalnya, namun akan
gagal pada akhirnya ketika negara-negara menyadari keuntungan dari penyatuan
tidaklah dibagi rata.
8. Keadilan dan “New Global Economy”
Walaupun “New Global Economy” mengedepankan pengintegrasian
ekonomi, hal itu tidak memberikan tempat penting untuk keadilan seperti yang
diberikan dalam pemikiran Islam.
9. Benih-Benih Kegagalan
Karena tidak adanya keadilan, hasilnya yaitu, ketika negara miskin
meliberalkan pasar mereka, negara kaya tetap secara tegas bersikap
proteksionis, terutama di bidang seperti tekstil, pertanian, dan petrokimia.
Karenanya, ketimpangan pendapatan terus meningkat di antara negara kaya dan
miskin.
10. Tindakan
di Masa Depan
Tantangan
terberat yang harus hadapi negara-negara muslim berkembang adalah tingkat
pendidikan dan teknologi dari orang-orang mereka yang rendah. Selain itu, menegakkan
keadilan bagi orang miskin dan tertindas juga menjadi tantangan untuk mereka.
Muslim telah
menjadi pencetus globalisasi. Seluruh wilayah di bawah pemerintahan Muslim
menjadi pasar umum yang luas dan berkontribusi kepada pengembangan di
segala bidang dan memberikan peningkatan
dalam pendapatan orang-orang. Sehingga menjadikan globalisasi sebagai tantangan
dan juga kesempatan yang harus dihadapi adalah cara terbaik. Kita, sudah
seharusnya, berjuang untuk keadilan, namun juga tidak lupa untuk memastikan
pengenalan perubahan politik, hukum, social dan ekonomi yang dibutuhkan untuk
memanfaatkan sumber daya kita secara efektif sehingga kemudian dapat memenuhi
tantangan globalisasi.
C.
Kesimpulan
Pada dasarnya
tujuaan Pemikiran Ekonomi Islam dan “New Global Economy” adalah sama yaitu
mengintegrasikan ekonomi dunia. Namun, berbeda dalam strategi pelaksanaannya
dalam mempercepat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi.
“New Global Economy” mengacu pada filosofi “Neoclassical Economy” mengenai liberalisasi pasar. Dalam konsep ini lebih mengandalkan negosiasi berdasarkan keuntungan pribadi, sehingga tidak ada ruang untuk keadilan dalam pertimbangan nilai. Ketika negara miskin meliberalkan pasar mereka, negara kaya tetap secara tegas bersikap proteksionis. Karenanya, ketimpangan pendapatan terus meningkat di antara negara kaya dan miskin. Memaksimalkan kekayaan adalah tujuan utamanya. Hasilnya, yang paling kaya dan kuatlah yang akan mengeruk keuntungan yang besar.
“New Global Economy” mengacu pada filosofi “Neoclassical Economy” mengenai liberalisasi pasar. Dalam konsep ini lebih mengandalkan negosiasi berdasarkan keuntungan pribadi, sehingga tidak ada ruang untuk keadilan dalam pertimbangan nilai. Ketika negara miskin meliberalkan pasar mereka, negara kaya tetap secara tegas bersikap proteksionis. Karenanya, ketimpangan pendapatan terus meningkat di antara negara kaya dan miskin. Memaksimalkan kekayaan adalah tujuan utamanya. Hasilnya, yang paling kaya dan kuatlah yang akan mengeruk keuntungan yang besar.
Ekonomi Islam sangatlah
berbeda. Ibn Khaldun mencoba menjelaskan secara rasional bahwa kerjasama dan
kebutuhan yang sama, dapat mempercepat perkembangan. Hal itu dapat menuntun
kepada pembagian tenaga kerja dan keahlian, yang dapat meningkatkan efisiensi
dan meningkatkan output berkali-kali lipat. Perlu disadari juga bahwa hal ini
tidak dapat bertahan lama tanpa ada keadilan didalamnya. Terlihat jelas konsep
ini mengedepankan keadilan berdasarkan kriteria moral. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa keadilan merupakan tujuan utama mengapa Allah
mengutus Rasul-Nya kepada umat manusia.
Menurut pendapat saya, dalam mengintegrasikan ekonomi dunia bukan hanya
dilihat dari bagaimana keberhasilan pertumbuhan ekonomi itu sendiri melainkan
harus ditinjau pula dari segi aspek-aspek lainnya terutama aspek sosial,
meliputi angka pengangguran, kemiskinan, taraf hidup, pendidikan dan pelayanan
kesehatannya. Karena dalam kehidupan ini terdapat aspek-aspek yang tersambung
erat satu sama lain. Konsep Pemikiran Ekonomi Islam tentu sangat menyadari hal
ini, dan selanjutnya diikuti pula oleh “New Global Economy”.
Walaupun demikian, penerapan “New Global Economy” memiliki kelemahan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Mengapa demikian? Karena dalam “New
Global Economy”, mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya adalah hal
yang paling memotivasi.
Lain halnya dengan Pemikiran Ekonomi Islam yang sangat mengedepankan
keadilan. Dengan tujuan awal ingin mempersatukan umat, menciptakan
kesejahteraan yang adil bagi semuanya adalah salah satu caranya. Sehingga
diharapkan hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara tersebut.
Dengan adanya globalisasi sekarang ini, tantangan yang dihadapi
semakin berat. Sudah seharusnyalah tingkat pendidikan dan teknologi ditingkatkan
sebagai salah satu upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara muslim
berkembang. Serta penegakkan keadilan yang lebih baik di dalam ekonomi mereka harus
tetap dijunjung tinggi.
Referensi:
Islamic Economic Studies, Vol.9, No.1, September 2001
Irma Yunita
1112093000027
Sistem Informasi/2A
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Ya, baik pendapat sudah seiring sejalan dengan poin-poin tulisan diatas.
BalasHapusTerimakasih pak, mohon bimbingannya :)
BalasHapus